3 Kebiasaan Baru saat Belanja di Tengah Pandemi, Kamu Merasakan?

Foto: Ari Saputra

Jakarta - Selama bertahun-tahun, sejumlah platform belanja online memanjakan para konsumen untuk bisa mendapatkan semua kebutuhan barang yang diinginkan. Dengan sekali klik, barang-barang yang diinginkan konsumen bisa sampai ke depan rumah. Tapi, pandemi COVID-19 membuat hal itu berubah.

"Pembatasan selama pandemi telah menyebabkan banyak kesulitan. Konsumen mulai menahan konsumsi dan menyesuaikannya dengan keadaan pandemi," kata Ashwani Monga, profesor pemasaran di Rutgers Business School dan penulis buku Menjadi seorang Psikolog Konsumen dikutip dari CNN Business, Kamis (16/9/2021).

Setelah kasus COVID-19 berkurang, perubahan iklim yang mengakibatkan bencana alam dan peristiwa cuaca ekstrem dinilai dapat mengancam dan mengganggu rantai pasokan di seluruh dunia.

"Ini akan terus mendorong perbedaan di mana orang berbelanja, bagaimana mereka berbelanja, dan apa harapan mereka," kata Deidre Popovich, asisten profesor pemasaran di Texas Tech University.

Para ahli yang mempelajari psikologi konsumen mengatakan pergeseran era pandemi dari kepuasan instan menuju ketidakpastian kapan barang akan tersedia akan memiliki efek jangka panjang pada kebiasaan pembeli dalam tiga cara utama.

1. Penimbunan
Perubahan besar yang terjadi dimulai tahun lalu, yakni saat konsumen melakukan panic buying dengan menimbun kebutuhan rumah tangga. Pembeli menimbun barang di awal pandemi, karena takut tidak akan mencukupi kebutuhan saat kebijakan pembatasan. Rak-rak toko hari ini hampir tidak kosong seperti dulu.

Pengalaman di awal pandemi akan membuat orang terus menyimpan lebih banyak bahan pokok seperti makanan kemasan dan kebutuhan rumah tangga di rumah daripada sebelumnya. "Kecuali konsumen merasa yakin tentang berfungsinya pasar, mereka akan terus menimbun," katanya.

2. Mengganti barang mahal lebih awal
Meskipun kebutuhan sehari-hari telah terpenuhi, masalah rantai pasokan muncul pada kondisi lain. Konsumen umumnya tidak menimbun barang tahan lama seperti mesin cuci dan lemari es karena mereka tidak memiliki ruang di rumah mereka atau uang untuk membeli.

Tetapi Monga yakin pelanggan akan lebih bersedia untuk mengganti barang-barang ini lebih awal daripada sebelumnya karena mereka tidak ingin mengambil risiko produk kehabisan stok saat mereka sangat membutuhkannya.

"Konsumen akan ingin mengganti barang pada tanda pertama masalah daripada menunggu sampai ada yang rusak," katanya.

3. Beralih ke situs web dan merek baru
Pertumbuhan belanja online telah memudahkan untuk menghubungkan orang-orang yang ingin membeli barang baru. Popovich dari Texas Tech mengatakan bahwa dalam jangka panjang, konsumen akan lebih cenderung mencari di toko dan di platform yang belum pernah mereka coba, seperti situs pakaian bekas atau Facebook Marketplace, ketika mereka tidak dapat menemukan apa yang mereka cari.

Itu bisa membuka peluang bagi bisnis baru yang di bawah radar untuk mendapatkan popularitas. "Salah satu implikasinya adalah bahwa orang bersedia mempertimbangkan opsi lain yang sebelumnya tidak ingin mereka pertimbangkan baik dalam hal saluran maupun pembelian bekas, bukan baru," katanya.

Post a Comment

0 Comments