Tantangan Menjadi Ekonomi Terbesar ke-7 di Dunia

KOMPAS/PRIYOMBODO

Laporan McKinsey pada 3 Mei 2021 menyebutkan, jika bisa segera pulih dari pandemi Covid-19, Indonesia akan tampil sebagai negara dengan kekuatan ekonomi terbesar ke-7 di dunia pada 2030.

Syaratnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia harus mencapai 7 persen per tahun, lebih tinggi ketimbang angka pada masa sebelum pandemi yang berada di kisaran 5 persen. Optimistis atau ambisius?

Selang dua hari kemudian, Badan Pusat Statistik pada 5 Mei 2021 mengumumkan ekonomi Indonesia triwulan I-2021 masih terkontraksi sebesar 0,74 persen secara tahunan.

Laporan ini menunjukkan selama empat triwulan berturut-turut perekonomian Indonesia mengalami kontraksi meskipun arahnya sudah menunjukkan perbaikan.

Perekonomian Indonesia terkontraksi pada triwulan II-2020 menjadi negatif 5,32 persen. Namun, perlahan bangkit menjadi negatif 3,49 pada triwulan III-2020 dan negatif 2,19 pada triwulan IV-2020. Perbaikan terus terjadi hingga pada triwulan I-2021 pertumbuhan hanya negatif 0,74 persen.

Musim semi pemulihan ekonomi nasional sudah tiba, demikian kata pengamat. Bahkan, Indonesia masuk ke dalam empat besar negara dengan pertumbuhan ekonomi terbaik selama masa pandemi, di bawah Vietnam, China, dan Korea Selatan. (Kompas, 7/5/2021)

Seiring dengan tren pemulihan tersebut, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2021 bisa sebesar 6,9-7,8 persen. Pencapaian target tersebut sangat tergantung pada sejauh mana penyebaran Covid-19 berhasil ditekan.

Penyebaran Covid-19 di tanah air memasuki masa-masa kritis pada Mei-Juni ini karena ada momen liburan Hari Raya Idul Fitri. Pasca-liburan biasanya terjadi kenaikan kasus positif Covid-19 yang cukup signifikan.

Dengan tren pemulihan yang cukup baik ini, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa mencapai 4,5-5,3 persen. Beberapa lembaga lain memberi proyeksi angka pertumbuhan yang moderat untuk perekonomian Indonesia.

Bank Pembangunan Asia (ADB) memproyeksikan perekonomian Indonesia hanya akan tumbuh 4,5 persen pada 2021. Sementara versi Bank Dunia, Indonesia akan tumbuh 4,4 persen. Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan angka 4,8 persen.

Untuk mencapai target 5 persen tahun ini, di atas kertas, pertumbuhan ekonomi di triwulan II-2021 memang harus mencapai 7 persen atau lebih tinggi. Begitu juga dengan triwulan-triwulan berikutnya.

Petugas menunjukkan uang pecahan Rp 75.000 di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Tegal, Jawa Tengah, Kamis (22/4/2021). Jelang Lebaran 2021, Bank Indonesia menyiapkan uang tunai sebesar Rp 2,95 triliun dalam berbagai pecahan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah pesisir pantai utara bagian barat Jateng. Jumlah persediaan uang tunai pada Lebaran tahun ini meningkat sebesar 13,59 persen dari tahun sebelumnya karena pemulihan ekonomi masyarakat mulai menggeliat.

Akan tetapi, mencapai target 7 persen dalam jangka waktu tiga bulan tentu tidak mudah. Pada triwulan yang sama tahun lalu, di mana kondisi ekonomi tidak jauh berbeda karena sama-sama ada masa libur Lebaran dan faktor Tunjangan Hari Raya, angka pertumbuhan bahkan lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Tentu kita tidak berharap tahun ini terjadi hal yang sama.

Dalam satu dekade terakhir, terutama di masa sebelum pandemi melanda, pertumbuhan ekonomi triwulanan belum pernah mencapai angka 7 persen. Kecuali pada triwulan IV-2004. Sehingga, target 7 persen pada triwulan kedua tahun ini terasa sulit diwujudkan jika tidak ingin menyebutnya mustahil.

Kerangka kebijakan

Untuk bisa mencapai target pertumbuhan 7 persen, apalagi dalam kurun waktu hanya tiga bulan, pemerintah harus menerapkan langkah ekstrem untuk memulihkan perekonomian. Sampai sekarang, langkah itu belum terlihat.

Kerangka kebijakan pemulihan ekonomi yang ditempuh pemerintah bertumpu pada tiga aspek. Pertama, melakukan intervensi di bidang kesehatan untuk menanggulangi pandemi Covid-19.

Dalam satu dekade terakhir, terutama di masa sebelum pandemi melanda, pertumbuhan ekonomi triwulanan belum pernah mencapai angka 7 persen.

Caranya dengan melakukan vaksinasi gratis bagi 185,55 juta orang untuk mencapai kekebalan kelompok (herd immunity). Selain itu, tetap mengimbau masyarakat agar taat menjalankan protokol kesehatan dan mencegah terjadinya kerumunan sehingga angka kasus positif Covid-19 bisa ditekan.

Kedua, melanjutkan upaya menggerakkan ekonomi dengan menjaga kesinambungan bisnis sambil memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat yang terdampak pandemi. Pemerintah memberikan dukungan terhadap kegiatan usaha kecil dan menengah agar roda ekonomi tetap berputar dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan.

Sementara, program perlindungan sosial ditujukan kepada 40 persen kelompok masyarakat terbawah dan yang rentan untuk menjaga tingkat konsumsi masyarakat. Program perlindungan sosial tersebut meliputi antara lain program keluarga harapan, kartu sembako, kartu prakerja, bantuan langsung tunai, diskon listrik, dan subsidi internet.

Pengunjung berbelanja ikan segar di hypermarket di kawasan BSD, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (27/3/2021). Kompas/Priyombodo

Untuk mendorong konsumsi, pemerintah juga memberikan insentif sektor strategis dan beberapa skema insentif lainnya, antara lain relaksasi PPnBM (ditanggung Pemerintah) untuk industri otomotif dan PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk sektor perumahan.

Ketiga, melakukan reformasi struktural melalui Undang-Undang Cipta Kerja untuk mengatasi berbagai tantangan pembangunan, khususnya yang menyangkut investasi. Termasuk mengubah nomenklatur instansi yang mengurus penanaman modal menjadi lembaga kementerian yang disebut Kementerian Investasi.

Upaya pemulihan ekonomi ini tentunya membutuhkan biaya. Tahun ini, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp 699,43 triliun untuk pemulihan ekonomi nasional (PEN). Jumlah tersebut naik sebesar 21 persen dari realisasi sementara anggaran PEN tahun 2020 yang besarnya Rp 579,78 triliun.

Pencairan anggaran PEN ini bergantung pada keuangan pemerintah. Sampai 30 April 2021, realisasi dana PEN telah mencapai Rp 155,6 triliun atau 22,3 persen dari pagu. Realisasi terbesar ada pada program perlindungan sosial sebesar Rp 49,07 triliun.

Sementara itu, penerimaan negara dari perpajakan hingga akhir Maret telah tercapai Rp 290,41 triliun atau 20,1 persen dari target. Dari sisi fiskal, penerimaan dari perpajakan ini sudah membaik karena meningkat 3,76 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal ini mengonfirmasi bahwa perekonomian perlahan mulai pulih.

Namun, pencapaian di sisi fiskal ini belum diikuti dengan pencapaian vaksinasi yang semula diharapkan. Per 9 Mei 2021, jumlah penerima vaksin pertama baru mencapai 13.349.469 orang, sedangkan yang sudah menerima hingga vaksin kedua sebanyak 8.643.830 orang.

Baru 7 dari 100 penduduk yang mendapatkan vaksin dosis pertama. Perkembangan vaksinasi Covid-19 hingga 4 bulan ini berjalan lambat. Sehingga, target pemberian vaksin bisa selesai dalam 15 bulan sulit diwujudkan.

10 Ide

Kembali ke laporan McKinsey awal Mei ini, persyaratan kondisi Indonesia segera pulih dari pandemi Covid-19 dan mencapai pertumbuhan ekonomi 7 persen per tahun menemui jalan yang terjal. Belum diketahui pasti kapan Indonesia benar-benar aman dan bisa mengendalikan penyebaran virus Corona.

Meski demikian, ulasan optimistik dari McKinsey bisa menjadi pedoman untuk meretas jalan Indonesia menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar ke-7 di dunia pada 2030. Beranjak dari posisi saat ini yang berada di urutan ke-16. Bahkan, bisa unggul dibandingkan perekonomian Italia, Rusia, dan Korea Selatan.

Sejumlah kios yang tutup di sebuah pusat perbelanjaan di Ancol. Jakarta Utara, Sabtu (6/2/2021). Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 2,07 persen pada 2020. Kendati masih terkontraksi, tren perbaikan berlanjut di triwulan IV-2020, tecermin dari angka kontraksi yang semakin kecil. Namun, Indonesia menghadapi tantangan berat dalam hal menekan kasus Covid-19. KOMPAS/AGUS SUSANTO

McKinsey memaparkan sepuluh ide untuk mewujudkan impian Indonesia menjadi kekuatan ekonomi terbesar ke-7 dunia. Kesepuluh ide tersebut menyangkut peningkatan daya tahan bangsa dari berbagai goncangan yang terjadi baik besar maupun kecil. Menerapkan model kerjasama pemerintah-swasta dalam layanan kesehatan. Penggunaan teknologi digital dalam meningkatkan produk sektor pertanian.

Indonesia perlu pula mempromosikan wisata domestik dan mengatasi kesenjangan infrastruktur di kawasan wisata. Melanjutkan pembangunan infrastruktur.

Menciptakan inovasi-inovasi. Mempercepat industri 4.0. Meningkatkan energi baru dan terbarukan dalam sistem ketenagalistrikan serta pelaku UKM didorong untuk menggunakan teknologi modern. Terakhir, perlu mempercepat identitas digital dalam inklusi ekonomi. Kesepuluh hal ini tentu sudah bisa dikerjakan dari sekarang. (LITBANG KOMPAS)

Sumber : https://www.kompas.id/baca/riset/2021/05/12/tantangan-menjadi-ekonomi-terbesar-ke-7-di-dunia/

 

Post a Comment

0 Comments