Mereka yang Ngotot Berlibur Meski Tahu Risiko Covid-19

Jakarta, CNN Indonesia -- Ramainya berbagai destinasi wisata di momen libur Lebaran kemarin tampaknya tak mengubah keinginan masyarakat, khususnya generasi milenial, untuk tetap pergi berlibur di suatu waktu.


Sebagaimana diketahui, sejumlah area wisata dipenuhi oleh para pelancong yang tak kuat ingin berlibur di momen Lebaran bersama keluarga. Pelancong pun berbondong-bondong membentuk kerumunan yang sulit dihalau. Padahal, telah diketahui sebelumnya, kerumunan yang tak mengindahkan protokol kesehatan, berisiko tinggi terhadap penyebaran virus corona penyebab Covid-19.

Tak main-main, beberapa pihak bahkan memprediksi adanya lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia pasca-libur Lebaran kali ini.

Dengan kondisi sedemikian rupa, masih adakah keinginan masyarakat, khususnya generasi milenial, untuk bervakansi ria setelah ini?

Faktanya, beberapa orang mengaku tetap ingin pergi berlibur. Bahkan beberapa di antaranya telah berencana pergi berlibur pada akhir Mei ini.

Bagas (24), misalnya, yang tetap memilih berlibur staycation di kota asalnya. "Pengin liburan, sih, jelas. Biar aman pilih staycation aja. Emang agak ngeri-ngeri, sih, kalau harus keluar kota saat pandemi gini," katanya, saat dihubungi CNNIndonesia.com.

Tak hanya itu, beberapa di antaranya bahkan ada yang sudah merencanakan libur Lebaran pada beberapa waktu mendatang. Misalnya saja, Adista (25), yang telah mengambil cuti kerja pada akhir Mei nanti untuk pergi berlibur ke Padang. Pasalnya, ia tak sempat pergi berlibur saat libur panjang Lebaran.

"Kalau aku emang berencana liburan setelah Lebaran. Aku pikir ketika Lebaran itu bakal penuh banget tempat wisata, hotel, dan jalanan bakal padat. Makanya waktu Lebaran kemarin aku masuk kerja, biar punya jatah libur dan aku pakai buat akhir Mei ini," ucapnya.

Sama seperti Adista, Firdaus (23), mahasiswa asal Bandung, juga telah berencana berlibur ke Jakarta pada akhir pekan ini. Tak main-main, tiket kereta api bahkan sudah di tangan.

"Memang udah lama mau ke Jakarta, liburan aja sama teman-teman di sana. Asal patuh protokol kesehatan, sih, aku enggak khawatir," ujarnya.

Persepsi yang Berbeda
Keinginan berlibur juga muncul karena beberapa faktor penentu. Faktor lingkungan, pengalaman, dan pemaknaan seorang individu terhadap Covid-19 bisa memengaruhi pengambilan keputusan, termasuk keputusan untuk berlibur.

Psikolog klinis dari Indonesia Association for Counseling (IAC), Nuzulia Rahma Tristinarum mengatakan, seorang individu yang tetap ingin berlibur meski pandemi Covid-19 bisa saja beranggapan bahwa virus Covid-19 tak berbahaya sehingga ia tidak takut bepergian bahkan berlibur keluar kota.

"Apa informasi yang sampai padanya, dan pengalaman apa yang dirasakannya tentang Covid-19 akan mempengaruhi persepsinya, pemaknaan, dan tindakannya," ucap Rahma, kepada CNNIndonesia.com, Selasa (18/5).

Sebagai contoh, seorang tenaga kesehatan (nakes) yang bersinggungan langsung dengan pasien Covid-19 dan melihat kematian akibat infeksi virus itu mungkin bakal berpikir berulang kali untuk bepergian. Bahkan mungkin seorang nakes enggan keluar rumah karena takut tertular Covid-19.

Kondisi itu akan berbeda dengan seorang pekerja kantoran yang melakukan work from home (WFH). Ia tidak melihat pasien Covid-19 secara langsung, juga tidak melihat kematian akibat Covid-19. Kondisi itu membuat persepsinya akan Covid-19 berbeda dengan nakes yang menganggap Covid-19 menakutkan dan mematikan.

Perbedaan persepsi ini bisa membuat seseorang memutuskan untuk bepergian keluar rumah, liburan, dan mengabaikan risiko penularan Covid-19.

"Informasi tentang Covid-19 yang sampai pada seseorang dapat mempengaruhi tindakannya," kata Rahma.

Selain itu, faktor lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap keputusan seseorang untuk berlibur.

Dalam satu keluarga misalnya, orang tertua dalam keluarga tersebut memutuskan untuk pergi berlibur. Tak heran jika anak-anak atau orang yang lebih muda dalam keluarga akan merasa sulit menolak liburan karena dorongan lingkungan.

Faktanya, pandemi bahkan tak membuat banyak orang khawatir untuk pergi berlibur, ke luar kota sekali pun. Padahal, risiko penularan Covid-19 akan selalu mengintai selama perjalanan.
Mengapa bisa demikian? Mengapa banyak orang yang justru tampak acuh terhadap kondisi pandemi?

Psikolog klinis, Kasandra Putranto mengatakan, keinginan seseorang yang keukeuh untuk pergi berlibur meski paham bahwa masih berada dalam situasi pandemi Covid-19 ini berkaitan dengan kemampuan pengendalian diri.

Seorang individu dewasa biasanya telah memahami dan mengerti akan dampak yang terjadi atau konsekuensi saat melakukan suatu hal. Dalam hal ini, orang-orang yang keukeuh pergi berlibur, dinilai tak mampu mengendalikan dirinya untuk bepergian, meski tahu ada risiko tertular Covid-19.

"Ini masalah ketidakmampuan seseorang mengendalikan diri untuk pergi berlibur, mereka [orang dewasa] mungkin terbiasa mengambil keputusan rasional dan hati-hati dengan menganalisis dampak risiko, tapi mereka beranggapan bisa menanggung risiko itu," kata Kasandra saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (18/5).

Kasandra mengatakan, seseorang biasanya bisa mengambil keputusan dengan rasional dan hati-hati. Dalam kasus liburan, mereka yang rasional ini akan lebih mendahulukan kepentingan kesehatannya ketimbang keinginannya untuk entertain (hiburan). Sementara jika mereka tetap ingin berlibur, mereka beranggapan bisa menanggung risiko yang akan didapat, seperti risiko terinfeksi Covid-19.

Tak Berlibur Bukan Berarti Tak Bahagia
Meski tak berlibur, seorang individu tak bisa dikatakan tidak bahagia. Sebabnya, kebahagiaan tidak didapat hanya dengan cara liburan keluar rumah.

Rahma menekankan, orang yang memilih tidak bepergian sebetulnya tidak perlu khawatir akan suasana hatinya. Menurutnya, keadaan emosi tidak harus bergantung pada situasi di luar. Seseorang bisa mendapatkan kesenangannya sendiri meski tak pergi berlibur.

"Tiap orang bisa menciptakan hal-hal yang membahagiakan diri sendiri walaupun tanpa rekreasi. Semua bergantung pada pemaknaan liburan. Rasa damai, kekuatan, dan kebahagiaan tiap orang bisa diciptakan sendiri dan caranya tak harus sama," tuturnya.

(mel/asr)

sumber : https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20210519062849-284-644050/mereka-yang-ngotot-berlibur-meski-tahu-risiko-covid-19/2

Post a Comment

0 Comments