BPR: Kinerja dan Tantangan di Era Industri 4.0


Perkembangan revolusi industri 4.0 dalam bentuk financial technology (fintech) semakin meningkatkan penggunaan perangkat digital yang menjadikan masyarakat semakin mudah dan cepat dalam mengakses produk jasa keuangan perbankan. Fintech tidak hanya terjadi di negara maju, tetapi juga tumbuh dengan pesat di negara berkembang seperti Indonesia. Keberadaan fintech diharapkan dapat mendatangkan proses transaksi keuangan yang lebih praktis dan aman. Proses transaksi keuangan ini meliputi pembayaran, peminjaman uang, transfer, ataupun jual beli saham.

Persaingan di sektor bisnis perbankan di era disrupsi saat ini tidak terelakan lagi, terlebih Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang merupakan lembaga keuangan bank, juga harus bersaing dengan lembaga keuangan bank dan non-bank yang jumlahnya semakin banyak dan semakin gencar dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara mudah dan cepat. Persaingan semakin kompleks karena di era disrupsi, terjadi perubahan perilaku masyarakat secara masif, di mana masyarakat menghendaki kondisi yang serba praktis dan cepat.

KONDISI BPR DI MASA PANDEMIK COVID-19

Situasi dan kondisi BPR saat ini semakin terdesak dengan keberadaan bank umum dan bank asing yang menempatkan pembiayaannya secara besar-besaran pada sektor kredit mikro. Keberadaan fintech peer to peer lending merupakan tantangan terbesar bagi BPR. fintech peer to peer lending yang sebagian besar memberi kredit kepada UMKM yang menjadi pasar utama BPR dalam penyaluran kreditnya. Serta Kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan suku bunga yang awalnya sebesar 9% kemudian di subsidi oleh APBN sehingga bunga kredit KUR menjadi 7% semakin membuat BPR semakin ditinggalkan oleh UMKM.

Saat terimbas dampak pandemik Covid-19, BPR memberikan relaksasi kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). BPR memberikan kemudahan kepada UMKM sesuai dengan POJK No 11/Pojk.03/2020 tentang stimulus perekonomian nasional sebagai kebijakan countrercyclical. Nasabah diberikan relaksasi dengan cara restrukturisasi kredit khusus bagi kredit yang masuk katagori lancar. Relaksasi ini dengan kemudahan penurunan suku bunga atau perpanjangan jangka waktu kredit, pengurangan tunggakan pokok, dan pengurangan tunggakan bunga.

Sejak beroperasi 2005 sampai dengan 29 Februari 2020, LPS telah melakukan penyelesaian bank gagal dengan melikuidasi 102 bank yang terdiri dari 101 BPR dan 1 bank umum. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah mengatakan dalam beberapa tahun terakhir memang banyak program pemerintah yang menjadi saingan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Kondisi tersebut membuat jumlah BPR mengalami penurunan. Apalagi, OJK mengambil langkah preventif dengan menggabungkan kelompok usaha BPR. Selain itu, BPR yang dimiliki pemda juga melakukan usaha yang sama, sehingga jumlah BPR semakin menurun.

Sumber : https://www.kompasiana.com/mohammad49724/609cc8d08ede4864d649e5a2/bpr-kinerja-dan-tantangan-di-era-industri-4-0

 

Post a Comment

0 Comments